Sabtu, 19 April 2014

Laporan Tonisitas


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tonisitas adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membrane semipermeabel. Pembelajaran dan praktikum tonisitas sangat penting dalam farmasi, mulai dari cara perhitungan dari tonisitas, sampai pada peranan dan fungsi dari larutan isotonis yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Normalnya, cairan khususnya obat yang dalam sediaan larutan yang hendaknya akan masuk ke dalam tubuh, titik bekunya harus sama dengan titik beku darah pada tubuh, yaitu -0,5C. ketika ada obat ynag akan diinjeksikan kedalam tubh dengan keadaan titik beku yang lebih tinggi dari titik beku darah, maka obat ynag akan diinjeksikan tersebut harusu diisotoniskan terlebih dahulu untuk menghindari efek yang tidak diinginkan terjadi dalam tubuh. Sebaliknya jika obat tersebut dalam keadaan titik beku yang lebih rendah dari titik beku darah, maka kadar obat tersebut harus ditambah ( diisotoniskan ) agar obat bekerja seperti apa yang diharapkan.
Dengan adanya praktikum ini, sehingga kita dapat mengetahui efek dari suatu larutan yang bersifat hipertonis, hipotonis, dan isotonis. Kita dapat mengetahui mengapa tekanan osmotic saangat berpengaruh pada tonisitas serta tujuan dari pembelajaran serta percobaan dari larutan isotonis.
B.     Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktimum ini adalah untuk mengetahui perubahan apa yang terjadi ketika suatu sampel dimasukkan ke dalam larutan yang bersifat isotonis, hipotonis, dan hipertonis.
C.    Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.      Menghuting jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis.
2.      Mengamati peristiwa osmosis yang terjadi pada sel kentang









BAB II
TINJAUAN  PUSTAKA
A.    Dasar Teori
Tonisitas larutan dapat ditentukan dengaan menggunakan beberapa cara seperti dangan menggunakan metode hemolisis, pengarug berbahai larutan obat diperiksa berdasarkan efek yang timbul ketika disuspensikan dengan darah. Dalam menentukan pengukuran tonisitas, Husa dan rekan – rekannya menyimpulkan bahwa suatu larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin dalam perbandingan yang sama dalam perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya. Atas dasar tersebut dapat ditentukan factor van’t Hoff, I, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari data krioskopik, koefisien keaktifan dan koefisien osmosis. Metode untuk menentukan sifat koligatif larutan, metode ini didasarkan atas pengukuran peubahan temperature yang naik dari perbedaan tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkana dalam sebuah ruang kelembapan yang tetap ( Martin, 1990 ).
Suatu larutan dikatakan isotonis terhadap cairan lainnya bila memiliki tekanan tekakan osmosa yang sama. Bila cairan yang satu tekanan osmosanya lebih tinggi dari pada yang lain, maka cairan yang lebih tinggi dikatakan hipertonis terhadap yang lebih rendah. Sebaliknya cairan yang memiliki tekanan osmosa yang lebih rendah disebut hipotonis terhadap caitan yang lebiih tinggi tekanan oamosanya ( Mirawati, 2014 ).
Tampak difusii pelarut ke dalam larutan pekat, karena perubahan volume akan terjadi. Dengan cara yang sama, jika dua konsentrasi yang berbeda dipisahkan oleh sebuah membrane, pelarut akan bergerak dari larutan konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan zat terlarut ynag berkosentrasi tinggi, difusi ini pelarut melalui mambran semipermeabel disebut osmosis ( Gennaro, 1990 )
Osmosis dalam melaksanakan percobaan tidak dapat membedakan antara difusi zat terlarut dan pelarut. Namun, dengan memisahkan larutan dan pelarut melalui suatu membrane yang permeable terhadap pelarut, tapi tidak terlarut ( membrane seperti itu dirujuk sebagai membrane semipermabel ), adalah mungkin untuk menunjukkan sifat koligatif larutan juga dapat diguanakan dalam menentukan berat molekul zat terlarut atau dalam kasus elelktrolit, tingkat zat terlarut ionisasi. Zat terlarut menentukan berat molekul tergantung pada fakta bahwa setiap sifat koligatif diubah oleh nilai konstan ketika sejmlah tertentu molekul zat terlarut ditambahkan ke pelarut ( Gennaro, 1990 ).
Sifat larutan tergantungpada jumlah partikel zat terlarut tidak tergantung pada sifat kimia zat terlarut dikenal sebagai sifatt koligatif. Semua property saling terkait. Tekanan osmotic adalah property koligatif terkait dengan kesesuaian fisiologis hidung, mata, dan solusi. Sebagai tekanan osmotic yang nyaman untuk dibawa mengukur, sifat koligatif lainnya sering diukur selama perumusan farmasi dan berhubungan dengan tekanan osmotic ( Parrot, 1970 ).
Tekanan osmotic difusi adalah proses dimana zat terlarut dan molekul pelarut bermigrasi. Osmosis ini proses dimana molekul pelarut melalui membrane semi permeabel dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat. Tekanan haru sditerapkan pada solusi yang lebih pekat untuk hanya mencegah aliran pelarut murni ke dalam larutan diketahui solusinya dikenal sebagai tekanan osmotic dari solusi ( Parrot, 1970 ).
Tekanan osmotk tidak tergantung pada sifat membrane semipermeabel. Jika ada zat terlarut berdifusi ke membrane, itu bukan membrane nsemipermeabel, dan proses tersebut tidak menjadi permasalahan engan osmosis. Dalam ekperimental membrane yang berbeda muncul untuk memberikan tekanan yang berbeda. Namun, jika membrane tidak bocor dan waktu ynag cukup diperbolehkan untuk pencapaian keseimbangan, tekanan osmotic akan sama. Sifat dan luas membrane semipermeabel menentukan kecepatan osmosis ( Parrot, 1970 ).
Tekanan zat terlarut menjadi konstan sedangkan tekanan hidrostatik dalam larutan terus meningkat, fluks permeasi harus menignkat secara linear dengan tekanan. Situasi ini secara skematik diwakili, dimana zat terlarut penolakan dan laju permeasi telah diplot dengan tekanan TMP untuk membrane zat terlarut-permeabel dan zat terlarut-kedap ( Wayne, 1995 ).
Hemolisis dapat juga terjadi ketika tekanan osmotic cairan dalam eritrosit lebih besar dibandingkan dengan solusi dalam wadah ketika sel ditangguhkan,. Tetapi reaktivitas kimia tertentu dari zat terlarut dalam larutan seringkali jauh lebih penting dalam memproduksi hemolisisi daripada efek osmotic. Proses ini melibatkan factor-faktor seperti pH, kelarutan lipid, ukuran molekul dan ion zat diukur selama peumusan farmasi dan berhubungan dengan tekana osmotic ( Parrot, 1970 ).
Beberapa penenliti menguji tonisistas injeksi dengan mengamatii variasi volume sel darah merah yang dihasilkan oleh solusi ini. Metode ini tampaknya lebih sensitive terhadap perbedaan-perbedaan kecil dalam tonisitas yang didasarkan pada observasi efek homolitik. Banyak informasi berguna mengenai pengaruh berbagai zat terlarut pada eritrosit telah diperoleh denganprosedur ini dari ringkasan beberapa data ( Gennaro, 1990 ).
Setiap kali solusi dipisahkan dari pelarut oleh membrane yang permeabel hanya untuk pelarut molekul ( disebut sebagai membrane semipermeabel ), ada bagian pelarut melintasi membrane ke dalam larutan. Ini adalah fenomena osmosis. Jika solusinya adalah benar-benar dibatasi oleh membrane semipermeabel dan direndam  dalam pelarut, kemudian mengembangkan perbedaan tekanan melintasi membrane yang dirujuk sebagai tekanan osmotic. Pelarut melewati membrane karena ketimpangan potensi kimia dipihak membrane. Karena potensi kimia dari molekul pelarut dalam larutan kurang dari itu dalam pelarut murni, pelarut secara spontan akan memasuki larutan sempai ketidaksetaraan ini akan dihapus. Persamaan yang berhubungan tekanan osmotic, dengan konsentrasi larutan adalah van’t Hoff ( Florence, 1989 ).
Ketika larutan air elektrolit yang administrasi, volume yang diperlukan besar dan rute intravena harus digunakan menjadi diterima secara fisiologis, solusi agar kompatibel dengan jaringan dan khususnya eritrosit. Solusi yang kompatibel dikatana isotonic. Istilah ini menggambarkan dua solusi yang dipisahkan oleh sebuah membrane semipermeabel sehingga transfer bersih bahan dari satu sisi ke sisi yang lain dalam kesetimbangan,adalah iso-osmotik. Fisiologis adalah membrane sel eritrosit. Sel darah bisa dilakukan dengan pengecilan sebagian isi sel pindah ke lingkungan luar, sebuah proses yang disebut krenasi, atau menyerap air dan membengkak atau pecah atau hemolisis ( Groves, 1988 ).
B.     Uraian Bahan
1.      Aquadest ( Ditjen POM, 1979 : 96 )
Nama Resmi    : AQUA DESTILLATA
Nama Lain      : Air Suling
RM/ BM          : O / 18,02
Pemerian         : ceitan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan        : Sebagai pelarut
2.      Glukosa ( Ditjen POM, 1979 : 268 )
Nama Resmi    : DEXTROSUM
Nama Lain      : Dekstrosa,  Glukosa
RM / BM         :  / 198,17
Pemerian         : Habkur, tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan        : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol mendidih, sukar larut dalam etanol.
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan        : Sebagai sampel ( bersifat hipotonis dan hipertonis )
3.      Natrium Klorida ( Ditjen POM 1979 : 403 )
Nama Resmi    : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain      : Natrium Klorida
RM / BM         : NaCl / 68,44
Pemerian         : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan        : Larut dalam 2,8 bagian air, dala 2,7 bagian air mendidih dan dalam kurang lebih 10 bagian glserol P, sukar larut dalam etanol ( 95 % ) P.
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan        : Sumber ion klorida dan ion natrium

C.    Uraian Sampel
Kentang ( Solanum Tuberosum )
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Subdivision     : Angiospermae
Class                : Monocotyledonae
Subclass          : Sympetalae
Ordo                : Solanales
Family             : Solanaceae
Genus              : Solanum
Spesies            : Solamun Tuberosum
D.    Prosedur Kerja ( Anonym, 2014 )
Pengamatan terhadap larutan yang isotonis, hipertonis, dan hipotonis
1.      Bersihkan kentang dari kulitnya. Potong kentang dengan ukuran 2 x 1 cm sebanyak 3 potong dan usahakan beratnya sama
2.      Masukkan kentang kedalam larutan NaCl fisiologis ( larutan isotonis ), larutan dekstrosa 3% ( larutan hipotonis ), dan sekstrosa 15% ( larutan hipertonis ). Diamkan selama 30 menit.
3.      Keluarkan dari larutan kemudian letakkan diatas tissue, kemudian timbang, lalu amati.






BAB III
METODE KERJA
A.    Alat
Alat yang digunakan pada praktikum adalah aluminium foli, gelas ukur 100 mL, pisau, talenan dan timbangan digital.
B.     Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah  aquadest, larutan NaCl 0,9%, larutan dekstrosa 3%, da larutan dekstrosa 15%.
C.    Cara Kerja
Untuk larutan isotonis
1.      Dibersihkan kentang dari kulitnya, dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm
2.      Dimasukkan kedalam larutan NaCl 0,9% didiamkan selama 30 menit
3.      Dikeluarkan lalu diletakkan diatas tissue atau aluminium foil kemudian ditimbang dan amati.
Untuk larutan hipotonis
1.      Dibersihkan kentang dari kulitnya, dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm
2.      Dimasukkan kedalam larutan dekstrosa 3%, didiamkan selama 30 menit
3.      Dikeluarkan lalu diletakkan diatsa tissue atau aluminium foil kemudian ditimbang dan amati.
Untuk larutan hipertonis
1.      Dibersihkan kentang dari kulitnya, dipotong dengan ukurn 2 x 1 cm
2.      Dimasukkan kedalam larutan dekstrosa 15%, didiamkan selama 30 menit
3.      Dikeluarkan lalu diletakkan diatas tissue atau aluminium foil kemudian ditimnang dan amati.













BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
A.    Hasil
1.      Menghitung bahan pengisotonis
Larutan ( 100 mL )
Banyaknya Zat ( g )
NaCl 0,9%
9 gram
Dekstrosa 15%
37,5 gram
Dekstrosa 3%
7,5 gram

2.      Pengamatan kentang terhadap larutan

Kelompok
Berat kentang ( gram )
Penampakan Morfologi
Sebelum
Setelah
Iso
Hipo
Hiper
Iso
Hipo
Hiper
Iso
Hipo
Hiper
Kelompok 1
2,069
1,872
1,935
2,046
1,627
1,936
Tetap
Mengembang
Mengkerut
Kelompok 2
1,968
1,862
1,952
1,831
1,557
1,879
Tetap
Mengembang
Mengkerut
Kelompok 3
1,341
1,180
1,412
1,429
1,1495
1,233
Tetap
Mengembang
Mengkerut


B.     Perhitungan
Untuk menghitung bahan pengisotonis
%

·         NaCl 0,9%  =    x 1000 mL  = 9 gram
·         Dekstrosa 15%  =    x 1000 mL  = 37,5 gram
·         Dekstrosa 3%    =      x 1000 mL  = 7,5 gram

C.    Pembahasan
Tonisitas adalah membandingka tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membrane semipermeabel. Osmosis adalah proses perpindahan molekul-molekul pelarut dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat melalui membran semipermeabel. Difusi adalah perpindahan suatu zat yang lebih pekat melalui membrane semipermeabel. Difusi adalah perpindahan suatu zat dalam pelarut dari konsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Perbedaan yang mendasar dari osmosis dan difusi terletak pada pelarut dan zat terlarutnya beserta konsentrasinya. Tekanan osmotic adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan osmotic antara suatu larutan dan pelarut murninya yang dipisahkan oleh suatu membrane yang hanya dapat di embus oleh pelarut tersebut.
Dalam tonisitas ada beberapa factor yang harus diperhatikan seperti penurunan titik beku, kenaikan titik didih, factor disosiasi, ekuivalen NaCl, sampai tekanan osmotic. Nmun, dari beberapa factor tersebut yng harus paling diperhatikan adalah tekanan osmotic. Mengapa demikian ? alasannya adalah penurunan titik beku. Penurunan titik beku memang haru s paling diperhatikan dalam proses injeksi apakah titik beku larutan yang akan diinjeksikan sama dengan titik beku darah dalam tubuh sehingga obat dapat bekaerja dengan normal. Namun, sebelum itu tekanan osmotiklah yang harus lebih diperhatikan terlebih dahulu karena prinsipkerja dari infuse berdasarkan tekanan osmotic yang apabila tekanan cairan infuse lebih tinggi, maka infuse akan keluar dari sel darah.
Isotonic adalah larutan yang memilikitekanan osmotic yang sama dengan yang lain, hipotonis adalah larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih rendah dari yang lain. Sedangkan hipertonis adalah larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih tinggi dari yang lain. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan peristiwa yang terjadi pada sampel sama dengan literature yang ada dimana ketika sampel direndam dalam larutan isotonis selama 30 menit, bentuk dari sampel tetap sama. Hal ini dikarenakan tekanan osmotic larutas isotonis sama dengan tekanan osmotic darah. Ketika sampel direndam didalam larutan yang hipotonis, masa sel sampel akan mengembang dikarenkan tekanan osmotic larutan lebih rendah sehingga air dapat masuk ke dalam sel. Sedangkan jika direndam dalam larutan ynag bersifat hipertonis, maka sel sampel akan mengerut karena tekanan osmotic larutan yang lebih tinggi sehinnga air yang berada didalam sel tertarik keluar sel.
Ketika sediaan obat yang diinjeksikan kedalam tubuh bersifat isotonis, maka keadaan didalam tubuh tetap normal dan obat tersebut akan berefek sebagaimana mestinya dikarenakan tekanan osmotic larutan yang sama dengan tekanan osmotic darah jadi tidak ada masalah. Yang menjadi masalah ketika suatu obat yang akan diinjeksikan sedang dalam keadaan hipotonis ataupun hipertonis. Ketika sediaan obat tersebut bersifat hipotonik, maka obat yang diinjeksikan tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya dan mengakibatkan tubuh tidak nyaman. Jika darah dicampur dengan natrium klorida 0,2% atau air suling, air akan tertarik dan masuk ke dalam darah, akibatnya sel akan mengalami pembengkakan dan kemudian pecah dengan membebaskan hemoglobin yang biasa disebut sebagai peristiea terjadinya hemolisis. Sedangkan ketika obat tersebut hipertonik, jika darah disuspensikan dengan larutan natrum klorida 0,2% air dalam sel akan tertarik keluar darisel darah hingga akhirnya mengakibatkan sel darah akan mengerut atau biasa disebut krenasi.
Dalam bidang farmasi, tonisitas digunakan sebagai salah satu metode dalam pembuatan obat yang tekanan osmotiknya sama dengan tekanan osmotik pada darah dan digunakan untuk menguji tonisitas dalam darah.




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Berat sampel  sebelum direndam didalam larutan isotonis adalah 0,499 gram. Setelah direndam beratnya menyusut menjadi 0,464 dan penampakan morfologinya tetap seperti bentuk awalnya.
2.      Berat sampel sebelum direndam didalam larutan hipotonis adalah 0,653 gram. Setelah direndam beratnya menyusut menjadi 0,506 dan penampakan morfologinya mengembang.
3.      Berat sampel sebelum direndam didalam larutan hipertonis adalah 0,692 gram. Setelah direndam, beratnya menyusut menjadi 0,683 dan penampakan morfologinya mengkerut.
B.     Saran
Sebaiknya bahan yang akan digunakan dalam percobaan telah disiapkan di masing-masing kelompok sebelum percobaan diakukan agar  tidak menunggu waktu lama untuk memulai percobaan.





DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM, 1979 , Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan RI :             Jakarta

Florence, A. T. & D. Attwood, 1998, Physicochemical Principle Of Pharmacy       Part III, London

Gennaro, Alfonso R, 1990, Remington’s Pharmautical Scinces 18
Groves, Michael J , 1988, Parental atechnology Manual Part II , USA
Martin, Alfred. 1990, Farmasi Fisika 1, Universitas Indonesia Press : Jakarta
Mirawati, 2014, Penuntun Farmasi Fisika 1, Universitas Muslim Indonesia
Olson, Wayne P, 1995, Separation Technology, Interpharm Press,Inc : USA
Parrot, Eugene L, Ph.D. 1970, Pharmautical Technology, Lowa City


Tidak ada komentar:

Posting Komentar