BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tonisitas
adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membrane
semipermeabel. Pembelajaran dan praktikum tonisitas sangat penting dalam
farmasi, mulai dari cara perhitungan dari tonisitas, sampai pada peranan dan
fungsi dari larutan isotonis yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Normalnya,
cairan khususnya obat yang dalam sediaan larutan yang hendaknya akan masuk ke
dalam tubuh, titik bekunya harus sama dengan titik beku darah pada tubuh, yaitu
-0,5
C. ketika ada obat ynag
akan diinjeksikan kedalam tubh dengan keadaan titik beku yang lebih tinggi dari
titik beku darah, maka obat ynag akan diinjeksikan tersebut harusu
diisotoniskan terlebih dahulu untuk menghindari efek yang tidak diinginkan
terjadi dalam tubuh. Sebaliknya jika obat tersebut dalam keadaan titik beku
yang lebih rendah dari titik beku darah, maka kadar obat tersebut harus
ditambah ( diisotoniskan ) agar obat bekerja seperti apa yang diharapkan.

Dengan
adanya praktikum ini, sehingga kita dapat mengetahui efek dari suatu larutan
yang bersifat hipertonis, hipotonis, dan isotonis. Kita dapat mengetahui
mengapa tekanan osmotic saangat berpengaruh pada tonisitas serta tujuan dari
pembelajaran serta percobaan dari larutan isotonis.
B.
Maksud
Praktikum
Adapun
maksud dari praktimum ini adalah untuk mengetahui perubahan apa yang terjadi
ketika suatu sampel dimasukkan ke dalam larutan yang bersifat isotonis,
hipotonis, dan hipertonis.
C.
Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Menghuting
jumlah bahan pengisotonis yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis.
2. Mengamati
peristiwa osmosis yang terjadi pada sel kentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Dasar
Teori
Tonisitas
larutan dapat ditentukan dengaan menggunakan beberapa cara seperti dangan
menggunakan metode hemolisis, pengarug berbahai larutan obat diperiksa
berdasarkan efek yang timbul ketika disuspensikan dengan darah. Dalam menentukan
pengukuran tonisitas, Husa dan rekan – rekannya menyimpulkan bahwa suatu
larutan yang hipotonis akan membebaskan oksihemoglobin dalam perbandingan yang
sama dalam perbandingan yang sama dengan jumlah sel-sel yang dihemolisisnya. Atas
dasar tersebut dapat ditentukan factor van’t Hoff, I, untuk kemudian
dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari data krioskopik, koefisien
keaktifan dan koefisien osmosis. Metode untuk menentukan sifat koligatif
larutan, metode ini didasarkan atas pengukuran peubahan temperature yang naik
dari perbedaan tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkana dalam sebuah
ruang kelembapan yang tetap ( Martin, 1990 ).
Suatu
larutan dikatakan isotonis terhadap cairan lainnya bila memiliki tekanan
tekakan osmosa yang sama. Bila cairan yang satu tekanan osmosanya lebih tinggi
dari pada yang lain, maka cairan yang lebih tinggi dikatakan hipertonis
terhadap yang lebih rendah. Sebaliknya cairan yang memiliki tekanan osmosa yang
lebih rendah disebut hipotonis terhadap caitan yang lebiih tinggi tekanan
oamosanya ( Mirawati, 2014 ).
Tampak
difusii pelarut ke dalam larutan pekat, karena perubahan volume akan terjadi. Dengan
cara yang sama, jika dua konsentrasi yang berbeda dipisahkan oleh sebuah membrane,
pelarut akan bergerak dari larutan konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan zat
terlarut ynag berkosentrasi tinggi, difusi ini pelarut melalui mambran
semipermeabel disebut osmosis ( Gennaro, 1990 )
Osmosis
dalam melaksanakan percobaan tidak dapat membedakan antara difusi zat terlarut
dan pelarut. Namun, dengan memisahkan larutan dan pelarut melalui suatu membrane
yang permeable terhadap pelarut, tapi tidak terlarut ( membrane seperti itu
dirujuk sebagai membrane semipermabel ), adalah mungkin untuk menunjukkan sifat
koligatif larutan juga dapat diguanakan dalam menentukan berat molekul zat
terlarut atau dalam kasus elelktrolit, tingkat zat terlarut ionisasi. Zat terlarut
menentukan berat molekul tergantung pada fakta bahwa setiap sifat koligatif
diubah oleh nilai konstan ketika sejmlah tertentu molekul zat terlarut
ditambahkan ke pelarut ( Gennaro, 1990 ).
Sifat
larutan tergantungpada jumlah partikel zat terlarut tidak tergantung pada sifat
kimia zat terlarut dikenal sebagai sifatt koligatif. Semua property saling
terkait. Tekanan osmotic adalah property koligatif terkait dengan kesesuaian
fisiologis hidung, mata, dan solusi. Sebagai tekanan osmotic yang nyaman untuk
dibawa mengukur, sifat koligatif lainnya sering diukur selama perumusan farmasi
dan berhubungan dengan tekanan osmotic ( Parrot, 1970 ).
Tekanan
osmotic difusi adalah proses dimana zat terlarut dan molekul pelarut
bermigrasi. Osmosis ini proses dimana molekul pelarut melalui membrane semi permeabel
dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat. Tekanan haru sditerapkan pada
solusi yang lebih pekat untuk hanya mencegah aliran pelarut murni ke dalam
larutan diketahui solusinya dikenal sebagai tekanan osmotic dari solusi ( Parrot,
1970 ).
Tekanan
osmotk tidak tergantung pada sifat membrane semipermeabel. Jika ada zat
terlarut berdifusi ke membrane, itu bukan membrane nsemipermeabel, dan proses
tersebut tidak menjadi permasalahan engan osmosis. Dalam ekperimental membrane yang
berbeda muncul untuk memberikan tekanan yang berbeda. Namun, jika membrane tidak
bocor dan waktu ynag cukup diperbolehkan untuk pencapaian keseimbangan, tekanan
osmotic akan sama. Sifat dan luas membrane semipermeabel menentukan kecepatan
osmosis ( Parrot, 1970 ).
Tekanan
zat terlarut menjadi konstan sedangkan tekanan hidrostatik dalam larutan terus
meningkat, fluks permeasi harus menignkat secara linear dengan tekanan. Situasi
ini secara skematik diwakili, dimana zat terlarut penolakan dan laju permeasi
telah diplot dengan tekanan TMP untuk membrane zat terlarut-permeabel dan zat
terlarut-kedap ( Wayne, 1995 ).
Hemolisis
dapat juga terjadi ketika tekanan osmotic cairan dalam eritrosit lebih besar
dibandingkan dengan solusi dalam wadah ketika sel ditangguhkan,. Tetapi reaktivitas
kimia tertentu dari zat terlarut dalam larutan seringkali jauh lebih penting
dalam memproduksi hemolisisi daripada efek osmotic. Proses ini melibatkan factor-faktor
seperti pH, kelarutan lipid, ukuran molekul dan ion zat diukur selama peumusan
farmasi dan berhubungan dengan tekana osmotic ( Parrot, 1970 ).
Beberapa
penenliti menguji tonisistas injeksi dengan mengamatii variasi volume sel darah
merah yang dihasilkan oleh solusi ini. Metode ini tampaknya lebih sensitive terhadap
perbedaan-perbedaan kecil dalam tonisitas yang didasarkan pada observasi efek
homolitik. Banyak informasi berguna mengenai pengaruh berbagai zat terlarut
pada eritrosit telah diperoleh denganprosedur ini dari ringkasan beberapa data
( Gennaro, 1990 ).
Setiap
kali solusi dipisahkan dari pelarut oleh membrane yang permeabel hanya untuk
pelarut molekul ( disebut sebagai membrane semipermeabel ), ada bagian pelarut
melintasi membrane ke dalam larutan. Ini adalah fenomena osmosis. Jika solusinya
adalah benar-benar dibatasi oleh membrane semipermeabel dan direndam dalam pelarut, kemudian mengembangkan
perbedaan tekanan melintasi membrane yang dirujuk sebagai tekanan osmotic. Pelarut
melewati membrane karena ketimpangan potensi kimia dipihak membrane. Karena potensi
kimia dari molekul pelarut dalam larutan kurang dari itu dalam pelarut murni,
pelarut secara spontan akan memasuki larutan sempai ketidaksetaraan ini akan
dihapus. Persamaan yang berhubungan tekanan osmotic, dengan konsentrasi larutan
adalah van’t Hoff ( Florence, 1989 ).
Ketika
larutan air elektrolit yang administrasi, volume yang diperlukan besar dan rute
intravena harus digunakan menjadi diterima secara fisiologis, solusi agar
kompatibel dengan jaringan dan khususnya eritrosit. Solusi yang kompatibel
dikatana isotonic. Istilah ini menggambarkan dua solusi yang dipisahkan oleh
sebuah membrane semipermeabel sehingga transfer bersih bahan dari satu sisi ke
sisi yang lain dalam kesetimbangan,adalah iso-osmotik. Fisiologis adalah membrane
sel eritrosit. Sel darah bisa dilakukan dengan pengecilan sebagian isi sel
pindah ke lingkungan luar, sebuah proses yang disebut krenasi, atau menyerap
air dan membengkak atau pecah atau hemolisis ( Groves, 1988 ).
B.
Uraian
Bahan
1.
Aquadest ( Ditjen POM, 1979 : 96 )
Nama
Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama
Lain : Air Suling
RM/
BM :
O / 18,02

Pemerian
: ceitan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai pelarut
2.
Glukosa ( Ditjen POM, 1979 : 268 )
Nama
Resmi : DEXTROSUM
Nama
Lain : Dekstrosa, Glukosa
RM
/ BM :
/ 198,17

Pemerian : Habkur, tidak berwarna, serbuk hablur
atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah
larut dalam air mendidih, larut dalam etanol mendidih, sukar larut dalam
etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai sampel ( bersifat hipotonis dan
hipertonis )
3.
Natrium Klorida ( Ditjen POM 1979 : 403
)
Nama
Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama
Lain : Natrium Klorida
RM
/ BM : NaCl / 68,44
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dala 2,7
bagian air mendidih dan dalam kurang lebih 10 bagian glserol P, sukar larut
dalam etanol ( 95 % ) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sumber ion klorida dan ion natrium
C.
Uraian
Sampel
Kentang
( Solanum Tuberosum )
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivision
: Angiospermae
Class
: Monocotyledonae
Subclass
: Sympetalae
Ordo
: Solanales
Family
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solamun Tuberosum
D.
Prosedur
Kerja ( Anonym, 2014 )
Pengamatan terhadap
larutan yang isotonis, hipertonis, dan hipotonis
1.
Bersihkan kentang dari kulitnya. Potong kentang
dengan ukuran 2 x 1 cm sebanyak 3 potong dan usahakan beratnya sama
2.
Masukkan kentang kedalam larutan NaCl
fisiologis ( larutan isotonis ), larutan dekstrosa 3% ( larutan hipotonis ),
dan sekstrosa 15% ( larutan hipertonis ). Diamkan selama 30 menit.
3.
Keluarkan dari larutan kemudian letakkan
diatas tissue, kemudian timbang, lalu amati.
BAB III
METODE KERJA
A.
Alat
Alat
yang digunakan pada praktikum adalah aluminium foli, gelas ukur 100 mL, pisau,
talenan dan timbangan digital.
B.
Bahan
Bahan
yang digunakan pada praktikum kali ini adalah aquadest, larutan NaCl 0,9%, larutan dekstrosa
3%, da larutan dekstrosa 15%.
C.
Cara
Kerja
Untuk larutan isotonis
1.
Dibersihkan kentang dari kulitnya,
dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm
2.
Dimasukkan kedalam larutan NaCl 0,9%
didiamkan selama 30 menit
3.
Dikeluarkan lalu diletakkan diatas tissue
atau aluminium foil kemudian ditimbang dan amati.
Untuk larutan hipotonis
1.
Dibersihkan kentang dari kulitnya,
dipotong dengan ukuran 2 x 1 cm
2.
Dimasukkan kedalam larutan dekstrosa 3%,
didiamkan selama 30 menit
3.
Dikeluarkan lalu diletakkan diatsa
tissue atau aluminium foil kemudian ditimbang dan amati.
Untuk larutan
hipertonis
1.
Dibersihkan kentang dari kulitnya,
dipotong dengan ukurn 2 x 1 cm
2.
Dimasukkan kedalam larutan dekstrosa
15%, didiamkan selama 30 menit
3.
Dikeluarkan lalu diletakkan diatas
tissue atau aluminium foil kemudian ditimnang dan amati.
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
A.
Hasil
1.
Menghitung bahan pengisotonis
Larutan
( 100 mL )
|
Banyaknya
Zat ( g )
|
NaCl
0,9%
|
9
gram
|
Dekstrosa
15%
|
37,5
gram
|
Dekstrosa
3%
|
7,5
gram
|
2. Pengamatan
kentang terhadap larutan
Kelompok
|
Berat
kentang ( gram )
|
Penampakan
Morfologi
|
|||||||
Sebelum
|
Setelah
|
||||||||
Iso
|
Hipo
|
Hiper
|
Iso
|
Hipo
|
Hiper
|
Iso
|
Hipo
|
Hiper
|
|
Kelompok
1
|
2,069
|
1,872
|
1,935
|
2,046
|
1,627
|
1,936
|
Tetap
|
Mengembang
|
Mengkerut
|
Kelompok
2
|
1,968
|
1,862
|
1,952
|
1,831
|
1,557
|
1,879
|
Tetap
|
Mengembang
|
Mengkerut
|
Kelompok
3
|
1,341
|
1,180
|
1,412
|
1,429
|
1,1495
|
1,233
|
Tetap
|
Mengembang
|
Mengkerut
|
B.
Perhitungan
Untuk menghitung bahan
pengisotonis
%
![]() |
·
NaCl 0,9% =
x 1000 mL
= 9 gram

·
Dekstrosa 15% =
x 1000 mL
= 37,5 gram

·
Dekstrosa 3% =
x 1000 mL
= 7,5 gram

C.
Pembahasan
Tonisitas
adalah membandingka tekanan osmosa antara dua cairan yang dipisahkan oleh membrane
semipermeabel. Osmosis adalah proses perpindahan molekul-molekul pelarut dari
larutan encer ke larutan yang lebih pekat melalui membran semipermeabel. Difusi
adalah perpindahan suatu zat yang lebih pekat melalui membrane semipermeabel. Difusi
adalah perpindahan suatu zat dalam pelarut dari konsentrasi tinggi ke bagian
yang berkonsentrasi rendah. Perbedaan yang mendasar dari osmosis dan difusi
terletak pada pelarut dan zat terlarutnya beserta konsentrasinya. Tekanan osmotic
adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan osmotic antara
suatu larutan dan pelarut murninya yang dipisahkan oleh suatu membrane yang
hanya dapat di embus oleh pelarut tersebut.
Dalam
tonisitas ada beberapa factor yang harus diperhatikan seperti penurunan titik
beku, kenaikan titik didih, factor disosiasi, ekuivalen NaCl, sampai tekanan osmotic.
Nmun, dari beberapa factor tersebut yng harus paling diperhatikan adalah
tekanan osmotic. Mengapa demikian ? alasannya adalah penurunan titik beku. Penurunan
titik beku memang haru s paling diperhatikan dalam proses injeksi apakah titik
beku larutan yang akan diinjeksikan sama dengan titik beku darah dalam tubuh
sehingga obat dapat bekaerja dengan normal. Namun, sebelum itu tekanan
osmotiklah yang harus lebih diperhatikan terlebih dahulu karena prinsipkerja
dari infuse berdasarkan tekanan osmotic yang apabila tekanan cairan infuse lebih
tinggi, maka infuse akan keluar dari sel darah.
Isotonic
adalah larutan yang memilikitekanan osmotic yang sama dengan yang lain,
hipotonis adalah larutan yang memiliki tekanan osmotic yang lebih rendah dari
yang lain. Sedangkan hipertonis adalah larutan yang memiliki tekanan osmotic yang
lebih tinggi dari yang lain. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan peristiwa
yang terjadi pada sampel sama dengan literature yang ada dimana ketika sampel
direndam dalam larutan isotonis selama 30 menit, bentuk dari sampel tetap sama.
Hal ini dikarenakan tekanan osmotic larutas isotonis sama dengan tekanan osmotic
darah. Ketika sampel direndam didalam larutan yang hipotonis, masa sel sampel
akan mengembang dikarenkan tekanan osmotic larutan lebih rendah sehingga air
dapat masuk ke dalam sel. Sedangkan jika direndam dalam larutan ynag bersifat
hipertonis, maka sel sampel akan mengerut karena tekanan osmotic larutan yang
lebih tinggi sehinnga air yang berada didalam sel tertarik keluar sel.
Ketika
sediaan obat yang diinjeksikan kedalam tubuh bersifat isotonis, maka keadaan
didalam tubuh tetap normal dan obat tersebut akan berefek sebagaimana mestinya
dikarenakan tekanan osmotic larutan yang sama dengan tekanan osmotic darah jadi
tidak ada masalah. Yang menjadi masalah ketika suatu obat yang akan
diinjeksikan sedang dalam keadaan hipotonis ataupun hipertonis. Ketika sediaan
obat tersebut bersifat hipotonik, maka obat yang diinjeksikan tidak akan
berfungsi sebagaimana mestinya dan mengakibatkan tubuh tidak nyaman. Jika darah
dicampur dengan natrium klorida 0,2% atau air suling, air akan tertarik dan
masuk ke dalam darah, akibatnya sel akan mengalami pembengkakan dan kemudian
pecah dengan membebaskan hemoglobin yang biasa disebut sebagai peristiea
terjadinya hemolisis. Sedangkan ketika obat tersebut hipertonik, jika darah
disuspensikan dengan larutan natrum klorida 0,2% air dalam sel akan tertarik
keluar darisel darah hingga akhirnya mengakibatkan sel darah akan mengerut atau
biasa disebut krenasi.
Dalam
bidang farmasi, tonisitas digunakan sebagai salah satu metode dalam pembuatan
obat yang tekanan osmotiknya sama dengan tekanan osmotik pada darah dan
digunakan untuk menguji tonisitas dalam darah.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Berat
sampel sebelum direndam didalam larutan
isotonis adalah 0,499 gram. Setelah direndam beratnya menyusut menjadi 0,464
dan penampakan morfologinya tetap seperti bentuk awalnya.
2. Berat
sampel sebelum direndam didalam larutan hipotonis adalah 0,653 gram. Setelah
direndam beratnya menyusut menjadi 0,506 dan penampakan morfologinya
mengembang.
3. Berat
sampel sebelum direndam didalam larutan hipertonis adalah 0,692 gram. Setelah
direndam, beratnya menyusut menjadi 0,683 dan penampakan morfologinya
mengkerut.
B.
Saran
Sebaiknya bahan yang akan digunakan
dalam percobaan telah disiapkan di masing-masing kelompok sebelum percobaan
diakukan agar tidak menunggu waktu lama
untuk memulai percobaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ditjen POM, 1979 , Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Florence, A. T. & D. Attwood, 1998, Physicochemical Principle Of Pharmacy Part III, London
Gennaro, Alfonso R, 1990, Remington’s Pharmautical Scinces 18
Groves, Michael J , 1988, Parental atechnology Manual Part II ,
USA
Martin, Alfred. 1990, Farmasi Fisika 1, Universitas Indonesia
Press : Jakarta
Mirawati, 2014, Penuntun Farmasi Fisika 1, Universitas
Muslim Indonesia
Olson, Wayne P, 1995, Separation Technology, Interpharm
Press,Inc : USA
Parrot, Eugene L, Ph.D. 1970, Pharmautical Technology, Lowa City
Tidak ada komentar:
Posting Komentar