Minggu, 13 April 2014

laporan fenomena distribusi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana sistribusi suatu senyawa    antara 2 fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada sifat fisik-kimia antara pelarut dan senyawa tersebut.
Berbicara tentang fenomena distribusi, kita membicarakan kelarutan pula. Pengetahuan ini sangat penting bagi pharmacist karena dengan mengetahuhinya dapat membantu untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesilutan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail menganai  kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung padafaktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Dari Sembilan kemungkinan tipe campuran, berdasarkan pada ketiga wujud zat, hanya gas dalam cairan, cairan dalam cairan dan padat dalam cairan sajalah yang paling penting dalam bidang farmasi.

B.     Maksud Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu zat didalam dua pelarut yang saling tidak bercampur.
C.    Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah :
1.                Menentukan koefisien distribusi suatu zat
2.                Menentukan konsentrasi atau kadar asam borat dan asam benzoate.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Dasar Teori
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul ( Anonim, 2014 )
Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasii kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Factor yang mempengaruhi koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organic dan pelarut non organic ( Anonim, 2014 )
Zat terlarut terlarut dalam satu fase , dalam kesetimbangan dengan fase  bercampur lain , didistribusikan antara dua fase sehingga rasio konsentrasi dalam dua fase adalah konstan pada temperatur tertentu . pada kesetimbangan ini konstan, K , disebut sebagai konstanta distribusi atau koefisien partisi , didefinisikan oleh Nernst sebagai   K = Cu/Cl dimana cu dan cl adalah konsentrasi di fase atas dan bawah , masing-masing. hubungan berlaku ketika molekul setiap fase dalam keadaan yang sama agregasi . jika zat terlarut dipisahkan atau berhubungan , bentuk-bentuk yang lebih kompleks dari persamaan harus diterapkan . itu juga diakui bahwa hanya dalam sistem yang ideal adalah koefisien partisi independen dari tota  zat terlarut ini, penyimpangan ini begitu terkenal sehingga dalam literatur teknik kimia persamaan di atas dianggap kasus membatasi .partisi lemak / air dari suatu molekul merupakan indeks yang berguna dalam  kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar, 2007).
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu
1.         Temperature, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan  C.
2.         Kekuatan ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
3.         Konnstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionic diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
4.         Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju-laju distribusi ( katalis negatif ). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
5.         Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hydrogen atau hidroksi.
6.         Cahaya energy, cahaya energi seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadi reaksi. Radiasi ini dengan frenkuensi yang sesuai dengan energy yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifan molekul-molekul ( Cammarata, 1995 ).
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang diteorikan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah ( Sardjoko, 1987 ).




B.     Uraian Bahan
1.                Asam Benzoat ( FI III, hal 49 )
Nama Resmi     : ACIDUM BENZOICUM
Nama Lain       : Asam Benzoat
RM / BM          :  / 122,12
Pemerian          : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak                                              berbau
Kelarutan         : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih                                                              kurang 3     bagian etanol ( 95 % ), dalan 8 bagian    kloroform P                           dan                      dalam  3 bagian eter P.
Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan         : sebagai sampel
2.                Asam Borat ( FI III 1979, hal 49 )
Nama Resmi     : ACIDUM BORICUM
Nama Lain       : Asam Borat
RM / BM          : / 61,83
Pemerian          : Hablur,serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak    berwarna,  kasar, tidak berbau, rasa agak asam danpahit kemudian manis.
Kelarutan         : Larut dalam 20 bahan air, dalam 3 bagian air mendidih dalam 16 bagian etanol ( 95 % ) P dan dalam 5 bagian gliserol P.
Penyimpanan    : Dalam wada tertutup baik
Kegunaan         : sebagai sampel
3.                Indicator PP ( FI III 1979, hal 675 )
Nama Resmi     : FENOFTALEIN
Nama Lain       : fenoftalein, indicator pp
RM / BM         :   / 318,33
Pemerian         : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan         : praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan    : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan         :zat tambahan, indicator
4.                Minyak Kelapa ( FI III 1979, hal 456 )
Nama Resmi     : OLEUM COCOS
Nama Lain       : Minyak kelapa
RM / BM                      : -
Pemerian          : tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas, tidak tengik
5.                Natrium Hidroksida ( FI III 1979, hal 412 )
Nama Resmi     : NATRII HYDROXIDUM
Nama Lain       : Natrium Hidroksida
RM / BM          : NaOH / 40,00
Pemerian          : bentuk batang , butiran, massa hablur atau keping , kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur, putih, mudah melelh basah. Sangat alkalis dan korosif.
Kelarutan         : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol( 95 % ) P
Penyimpanan    : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan           : sebagai titran

C.    Prosedur Kerja
1.      Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam enlenmeyer 250 mL
2.      Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga 100 mL dengan aquadest
3.      Ambil 25 mL dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, dan tambahkan dengan 25 mL minyak kelapa
4.      Kocok selama beberapa menit campuran didalam corong pisah. Diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
5.      Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam enlenmeyer
6.      Tambahkan indicator fenoftalein sebanyak 3 tetes ke dalam enlenmeyer
7.      Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1N sampai terjadi perubahan warna indicator dari bening menjadi merah muda.
8.      Ambil 25 mL larutan no.2 di atas, kemudian
9.      Ulangi prosedur di ata untuk asam benzoate
10.  Hitung koefisien partisi.
BAB III
METODE KERJA
A.    Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan adalah batang pengaduk, bulk, buret 50 ml, botol semprot, corong, corong pisah, enlenmeyer 100 ml, gelas ukur 50 ml, gelas ukur 100 ml, penyangga corong pisah, pipet skala 10 & 15 ml, pipet tetes, statif dan klem dan vortex.
B.  Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan adalah asam benzoate, asam borat, indicator fenoftalein, dan larutan baku NaOH 0,0964 N
C.    Cara Kerja
Tanpa partisi
Disediakan alat dan bahan, 100 mg asam benzoat yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, dilarutkan dengan aquades 100 ml dan dengan alat ,Dipipet 25 ml dari larutan tersebut masukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes, dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda.
             
Dipartisi
 Dipipet 25 ml sisa larutan asam benzoat yang telah dilarutkan di atas, di masukkan dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa. dikocok selama beberapa menit campuran tersebut, lalu didiamkan selama 15 menit di penyangga hingga kedua cairan memisah satu sama lain. dibuka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes kedalam erlenmeyer, dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda lalu dihitung koefisien partisinya. Diulangi prosedur di atas untuk asam borat.


 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
klp
Sampel
Volume titran
% Kadar
Koef. Distribusi
1
Asam Borat 1
2,1 ml
3,274 %
0,967
3
Asam Borat 2
2 ml
0,118 %
0,96
5
Asam Borat 3
1 ml
15,95 %
0,8441
2
Asam Benzoat 1
0,5 ml
3,948 %
0,84208
4
Asam Benzoat 2
0,5 ml
3,94 %
0,9606

B.     Perhitungan
% cb = 
% cb = 
                                     =      
                                                    = 0,985 mg
                                     K    =
                                                            =          = 0,9606
C.    Pembahasan
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul dan koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasii kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Factor yang mempengaruhi koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organic dan pelarut non organic.
 Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui sebenarnya bagaimana cara kerja partisi dalam suatu larutan mengingat partisi inilah yang sangat berperan penting dalam pembuatann suatu obat.
Cara kerja dalam percobaan ada 2 yaitu dengan partisi dan tanpa partisi dimana cara kerja dengan partisi pertama-tama Dipipet 25 ml sisa larutan asam benzoat yang telah dilarutkan di atas, di masukkan dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa. dikocok selama beberapa menit campuran tersebut, lalu didiamkan selama 15 menit di penyangga hingga kedua cairan memisah satu sama lain. dibuka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan menampung dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes kedalam erlenmeyer, dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda lalu dihitung koefisien partisinya. Diulangi prosedur di atas untuk asam borat. Dan untuk capa pengerjaan tanpa partisi  Disediakan alat dan bahan, 100 mg asam benzoat yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, dilarutkan dengan aquades 100 ml dan dengan alat --- ,Dipipet 25 ml dari larutan tersebut masukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes, dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda.
Alasan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkanke dalam minyak kelapa dan air kemudian  dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian seterlah itu di lakukan  pengocokan, kareana agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan selama 5 menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar.
Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit, karena agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Dari percobaan, koefisien partisi asam benzoate yang dipartisi tidak mencukupi 1 padahal seharusnya koefisien partisinya harus 1 atau lebih dari 1. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor kesalahan dalam percobaan, diantaranya kurangnya volume asam benzoate yang akan dipartisi yang seharusnya 25 mL menjadi 23 mL di karenakan pada saat melarutkan asam benzoate dalam air dengan menggunakan bantuan vortex, sebagian dari larutan terpercit keluarr dari wadah sehingga volumenya berkurang, sampel yang tidak larut sempurna.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.



BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari percobaan, dapat disimpulkan koefisien partisi dari:
1.         Kelompok 1 dengan sampel asam borat memperoleh koefisien partisi sebesar 0,967.
2.         Kelompok 2 dengan sampel asam benzoat memperoleh koefisien partisi sebesar 0,84208
3.         Kelompok 3 dengan sampel asam borat memperoleh koefisien partisi sebesar 0,96
4.         Kelompok 4 dengan sampel asam benzoat memperoleh koefisien partisi sebesar 0,9606
5.         Kelompok 5 dengan sampel asam boratmemperoleh koefisien partisi sebesar 0,84441
B.   Saran
Sebaiknya pada saat praktikum alat beserta bahan cukup untuk semuan kelompok agar setiap kelompok dapat melakukan percobaan dan mengetahui sendiri reaksi-reaksi yang terjadi pada sampel ketika sebelum dipartisi dan setelah dipartisi



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014, Penuntun Farmasi Fisika 1, Universitas Muslim Indonesia
Cammarata, s., 1995, Farmasi FisIka, UI-Press, Jakarta
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen      Kesehatan RI   :Jakarta

Ernest. 1999 . Dinamika Obat. ITB. Bandung
Eugene, L Parrot, Ph, D, 1970, Pharmaceutical Technology, Lowa City
Gandjar, I., G. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.                                                Yogyakarta

Manfred, E., W , 1979, Burger’s Medicinal Chemistry Part I, United States
Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika 1. Universitas Indonesia Press;    
            Jakarta.
Rivai, H., 1995, Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta.
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta.                         Universitas Gadjah Mada.

Wayne P. Olson, 1995, pharmaceutical And Biotechnology Application,CRC Press
Wiley,VCH, 1997, Current Tools for MedicinalChemistry : New York



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar